Jadi Juara Ospek

“Semuanya kumpul!!! Dalam hitungan ketiga, semuanya sudah harus ada di depan saya dengan barisan yang rapi”, teriak sang senior saat menjemput MABA (Mahasiswa Baru) angkatan 2003, khususnya Jurusan Kimia.
Sontak semua yang merasa mahasiswa jurusan kimia pun berlarian untuk mengatur dirinya di depan senior tersebut, termasuk Al.
              “Siaaaaap senior!!!”, jawab semua maba lantang.
            “Satu…dua…tiga…”, hitung senior sambil memegang tongkat kayu yang lumayan panjang.
Semuanya seketika berbaris teratur dan rapi. Persis dengan anak ayam yang diatur induknya masuk kandang. 
            “Ah, senior memang kejam. Baru aja habis lari keliling lapangan 3x, eh disuruh baris lagi. Istirahat dikit donk”, gerutu Al yang sedari tadi sulit mengatur nafasnya agar kembali normal. 
            “Perhatian untuk semuanya. Kalian adalah mahasiswa baru di jurusan kimia. Jadi, sedikit banyaknya kalian harus tahu tentang jurusan ini. Jangan ada yang merasa sok dengan keberadaan kalian di sini. Saya tahu diantara kalian ada yang memiliki hubungan keluarga dengan dosen-dosen di sini. Dan…jangan sampai juga kalian jatuh hati dengan senior-senior kalian. Sebab, kalian tetaplah junior yang belum ada apa-apanya”, komentar sang senior.
           
“Ih, siapa sich dia? Kok, kata-katanya seperti itu. Merasa hebat banget sich…”, jengkel Al sambil memonyongkan mulutnya.

            “Kamu…!”, teriak tiba-tiba senior tadi
            Al kaget karena arah pandangan itu menuju ke arahnya. Matilah…
            “Hah…saya?!”, tanya Al heran
            “Yup, kamu. Maju ke depan bediri di samping saya”
            Al semakin heran dan sontak badannya gemetar tak karuan.
            “Kamu coba pimpin doa sebelum masuk ke ruangan”
            “Maaf kak. Saya ngga’ bisa”, jawab Al sambil menunduk.
            “Kenapa? Kok kamu bisa lulus SPMB sich. Baca doa aja ngga’ bisa. Kalau gitu, orasi saja. Kamu suarakan aspirasimu sekeras-kerasnya tentang kebijakan kampus untuk menaikkan pembayaran SPP”, pinta senior tanpa ragu.
            “Kak, saya ngga’ bisa…!”
            “Jadi kamu bisanya apa?”, bentak senior sambil mengayun-ayunkan tongkatnya.
Al semakin takut, jangan-jangan tongkat itu akan melayang di tubuhnya. Dan jika hal itu terjadi, Al akan melaporkannya ke pihak kampus. Al ngga’ takut dibenci senior jika berani melaporkan itu. Menurutnya, pemukulan itu sangat ngga’ wajar apalagi Al seorang perempuan. 
            Tiba-tiba dari ujung sana muncul seorang senior, dengan wajah yang lumayan berwibawa plus dengan peci putihnya, menghampiri Al. 
“Maaf. Tolong berikan kesempatan pada yang lain untuk orasi. Saya ada perlu dengan adik ini”, sapa senior asing tersebut sambil menunjuk kea rah Al.
“Oke. Tapi mau dibawa kemana?”, tanya senior pertama yang akhirnya aku tahu namanya adalah Kak Asikin.
“Saya ada perlu sebentar dengannya. Mungkin nanti istirahat baru saya antar lagi kesini”
Al pun ikut dengan senior tersebut dan saat berjalan senior tersebut memperkenalkan namanya, Rusmin. Yah…orang-orang menyapanya Kak Umming. 
“Maaf kak lancang. Ada perlu apa dengan saya? Dan saya mau dibawa kemana?”, tanya Al sambil sedikit ragu dengan senior tersebut.
“Tenang aja. Entar kamu tahu sendiri kok. Diam saja”, tegas senior berperawakan bak ustadz itu.
Al pun mengikuti langkah senior itu dan…ternyata Al dibawa ke tempat istirahat bagi senior-senior panitia ospek. Al tiba-tiba menjadi risih dan minta kembali ke barisan tadi.
“Kak, saya ngga’ mau disini. Saya ngga’ mau dikerjain lagi. Sudah cukup kak hari ini. Saya takut terjadi apa-apa pada saya dan harus merepotkan semua orang. Tolong kak. Saya ngga’ mau disini”, rengek Al dengan muka yang sangat ketakutan.
“Eh, yang mau ngerjain kamu siapa hah?”, tanya Kak Umming sedikit heran.
“Lalu, kenapa saya dibawa kesini?”
“Mau tahu alasannya?”
“Masuk ke ruangan itu dan lakukan apa yang tertulis di meja itu”, kata Kak Umming sambil nunjuk kea rah ruangan yang tertutup.
Entah apa yang ada di dalam. Sebab, tulisan ruangan itu tertulis, Panitia Only. Al takut di dalamnya berkumpul senior yang siap menerkamnya.
“Ayo masuk”
Al pun masuk dengan membuka pintu perlahan-lahan. Ruangan kosong. Ngga’ ada satupun orang di dalamnya. Al pun masuk mendekati meja yang sudah bertuliskan pesan untuknya. 
Silahkan habiskan makanan dalam kotak ini. Saya yakin adik belum sarapan. Tolong jangan menyentuh apapun selain kotak yang ada di meja ini. Selamat sarapan!!! (Rusmin Hamas)
            Kekakhawatiran Al pun menjadi pudar seketika setelah melihat pesan dan isi kotak itu. Ternyata benar, ada sekotak nasi yang masih hangat untuk sarapan. Al pun tersenyum.
            Al pun mencoba menghabiskan makanan itu. Lahap sekali. Maklum, perjalanan jauh di shubuh hari untuk ke kampus tentu ngga’ sempat sarapan. Padahal Al tahu akan ada pembantaian habis-habisan oleh senior. Ospek dan ospek. 
            Setelah nasi kotak itu habis, ternyata di bagian bawah kotak nasi itu tertulis pesan lagi.
Jangan pernah menceritakan ini pada temanmu. Sebab, kamu akan mendapatkan hukumannya… Camkan itu!!!
Al pun mengernyit sambil menelaah kalimat itu. Al menjadi semakin bingung maksud dari senior tersebut. Al takut nantinya harus membalas budi. Masih bagus jika Al mampu melakukannya, jika tidak mampu??? Waduh…
Al pun keluar dari ruangan itu menemui senior tersebut. Kak Umming pun bertanya kepada Al tentang siapa Al dan bagaiamana bisa masuk di jurusan kimia. Awalnya Al ngga’ mau, tetapi dipaksanya untuk berbicara karena takut dianggap ngga’ bisa balas budi.
Perbincangan pun berjalan alot. Al yang berdiri terus sudah mulai pegal. Sementara Kak Umming asyik duduk di kursi. Al bak terdakwa yang diadili. Tapi posisinya terbalik. Kalau di pengadilan khan pengacaranya yang berdiri dan terdakwanya yang enak-enakan duduk. Al pun mulai menampakkan gerak-gerik yang sudah lelah akan berdiri. 
“Masih ada 30 menit lagi kamu harus berdiri”
“Iya kak”, jawab Al dengan nada lemah.
“Sekarang, kalau ada yang berani menyuruhmu kesana-kemari selama ospek berlangsung, tolong lapor ke saya. Jangan ada yang berani selain saya!”, tegas sang senior.
“Lho kok?!”
“Pokoknya saya ngga’ mau tahu. Kalau saya mendapati kamu melakukan apa yang diperintah senior lainnya, saya yang akan menghukum kamu. Mengerti…!!!”
“Siap senior”, jawabku lantang.
Tanpa terasa, ospek pun tinggal sehari. Al ngga’ merasakan lelah yang amat sangat karena merasa dilindungi oleh sang malaikat ospek, Rusmin Hamas. Al juga ngga’ ngerti gimana harus bersikap sebagaimana teman yang lain. Sebab, Al merasa tidak adil saja. Al merasa diistimewakan oleh salah satu senior yang punya pengaruh dalam kepanitian. 
“Siapa sich dia”, tanya Al terus dalam hati.
Hari terakhir pun menjadi hari paling bahagia bagi seluruh maba, tetapi tidak bagi Al. Justru ada pertanyaan yang belum terjawab dan masih menyibukkan hatinya untuk bertanya. 
“Perhatian semuanya. Setelah sepekan kami mengamati kalian dan kami akan mengumumkan beberapa juara dari peserta ospek kita tahun ini. Dan saya menghimbau agar yang menang tidak merasa bangga dan yang belum sempat mendapatkan gelar kemenangan agar terus berusaha”, jelas ketua panitia ospek.
Al pun kaget bahwa ternyata ada pemilihan seperti ini. Al jadi penasaran siapa orang yang beruntung itu. Sebab, yang menang akan mendapatkan hadiah dari panitia. Meskipun tak tahu apa itu, tetapi Al merasa bangga jika terpilih salah satu dari ketiganya.
“Baiklah saya akan mengumumkannya. Tetapi sbeelumnya, ada beberapa hal yang mesti kalian tahu bahwa ada banyak kriteria yang harus dipenuhi oleh sang juara ini. Jadi yang juara kali ini benar-benar memiliki kemampuan yang tidak dimiliki oleh kebanyakan dari kalian”, jelas sang wakil ketua.
Al pun mengkhayal untuk jadi juara. Al membayangkan berdiri di depan semua temannya seangkatan 2003 dan beberapa senior lainnya. Pasti dan secara otomatis akan menjadi terkenal seantero kimia.
“Juara ketiga jatuh pada Haidir. Tolong maju ke depan. Juara kedua jatuh pada Nasir. Dan juara pertama, jatuh pada…tepuk tangannya mana? Jatuh kepada…Al. Ayo maju ke depan”, teriak sang wakil ketua.
Al tiba-tiba kaget. Namanya disebut sebagai juara pertama. Yah…khayalnya ngga’ salah. Tetapi, kenapa dia bisa juara?! Ada apa ya?! Perlahan-lahan sang wakil membacakan kelebihan apa yang dimiliki oleh Al.
“Al menjadi juara dengan berbagai kriteria berikut: datang tepat waktu, tidak pernah membantah perintah apapun dari seniorita (senior cewek), jawabannya tugasnya selalu benar, selalu merasa ngga’ adil jika diperlakukan istimewa, kemampuannya meluluhkan hati salah satu senior yang terkenal sangat keras, dan yang paling utama adalah dia ini tidak pernah ketinggalan shalat fardhu selama mengikuti ospek”, jelas sang wakil ketua. 
Al menjadi heran. Ternyata tanpa sadar dia telah melakukan sesuatu yang menjadi kriteria penilaian para senior ospek. Entah semalam Al mimpikan apa. Al sekarang terkenal dengan kesempurnaan kriteria juara. Al memang beruntung. Anak wanita yang tidak pernah mengenal lelah untuk terus bergerak agar bermanfaat pada orang lain. Suatu hari Al akan sukses. Jika Al harus bertahan dengan predikat itu, tentu banyak tantangan yang akan dihadapinya kelak. Selamat berjuang Al! Semoga engaku juga juara di kehidupanmu yang lain…

2 comments:

  1. waduh... curhat2... wkwkwkw slam kenal tok0blog.blogspot.com

    ReplyDelete
  2. Hmmm... ga' ada yang larang...
    Salam kenal juga untuk toko blog...

    ReplyDelete